Senin, 26 Agustus 2013

MANUSIA TEMPAT SALAH DAN KHILAF




MANUSIA  TEMPAT SALAH DAN KHILAF
Oleh : Erhansyah, S.Ag
Staf Pengajar Pada SMPN 1 Muara Muntai

“Allah menambah kemuliaan bagi hambanya yang memaafkan kesalahan orang lain”

Tidak seorang pun di dunia ini yang tidak pernah melakukan kesalahan, baik kesalahan itu berhubungan dengan Sang pencipta yaitu Allah swt, ataupun yang berhubungan dengan sesama manusia. Pepatah Arab mengatakan, Al Insanu Mahallul khata’ wan nissiyan, yang artinya manusia adalah tempat salah dan khilaf. Ini menunjukkan bahwa kalau ia tidak pernah salah maka ia tentu bukan makhluk yang namanya manusia.
Kesalahan seseorang bisa saja disengaja, atau memang tidak disengaja. Tidak sengaja bisa terjadi manakala suatu perbuatan yang terlanjur dilakukannya tanpa sepengetahuannya bahwa ternyata yang ia lakukan itu bersinggungan dengan orang lain yang menyebabkan dia melakukan kesalahan. Dan bila itu dilakukan dengan sengaja, maka itu berarti terjadi kekhilafan terhadap dirinya.
Sewaktu kejadian atau kesalahan itu ia lakukan sesungguhnya ada control yang lepas terjadi pada alam pikirannya. Andai saja ia bisa melakukan control kejiwaan yang baik, maka tentu kesalahan sekecil apapun insya Allah tidak akan terjadi.
Sebuah kesalahan sesungguhnya tidak akan berdampak apa apa ketika tidak terjadi benturan atau ketersinggungan antara kedua pihak, di satu pihak yang melakukan kesalahan, dilain pihak adanya benturan perasaan, benturan kepentingan, benturan fisik, yang secara hukum normative dan hukum positif telah terjadi gesekan keras diantara keduanya. Gesekan ini terjadi disebabkan adanya ketidak senangan di satu pihak terhadap sebuah kesalahan yang dilakukan oleh pihak lainnya.
Firman Allah swt

Artinya ” dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
dilain Ayat Allah juga ber firman : 
Artinya :”hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada
Penjelasan :
Ayat Ini berhubungan dengan sumpah abu bakar r.a. bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah. Maka turunlah ayat Ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu.


ISLAM AGAMA RAHMATAN LIL ALAMIN


ISLAM AGAMA RAHMATAN LIL ALAMIN
Para ulama yang sesungguhnya adalah pewaris para nabi mengajarkan syariat Islam kepada ummatnya adalah dalam rangka menyampaikan sejumlah norma yang apabila ditaati akan membawa kebaikan dan keselamatan, namun apabila tidak ditaati akan membawa bencana dan malapetaka. Itulah makanya setiap kali khatib naik ke atas mimbar selalu mengumandangkan ajakan untuk meningkat kualitas ketaqwaan yang dimaknai sebagai perintah untuk senantiasa menjunjung tinggi segala norma norma yang telah didakwahkan kepada kita dan berupaya semaksimal mungkin menjauhi larangan larangannya.
Ketika norma agama itu ditaati maka konsekwensinya tidak saja akan menjadi kebaikan kepada diri pribadi secara individu, akan tetapi memberikan pengaruh yang sangat luas kepada seluruh elemen kehidupan yang ada disekitarnya baik secara langsung ataupun tidak. Apabila ia seorang kepala rumah tangga akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap anggota keluarganya. Apabila ia seorang guru,  maka akan mempunyai dampak pada anak didiknya. Apabila ia seorang pimpinan sebuah komunitas pekerjaan, maka akan mempunyai efek pula terhadap teman sejawat yang dipimpinya. Ini berarti bahwa seorang kepala rumah tangga yang bertanggungjawab atas keluarganya, seorang guru yang mendidik siswa siswanya dan seorang pemimpin yang mengatur teman sejawatnya selalu menjadi sosok panutan dan ikutan bagi siapa saja yang ada disekitarnya, dalam ungkapan yang sering kita dengar disebut dengan keteladanan.
Hubungan sebab akibat antara seorang kepala rumah tangga, seorang pendidik atau guru, pimpinan sebuah komunitas dengan lingkungan disekitarnya akan sangat berdampak positif bila diantara keduanya mempunyai tingkat kesadaran dan ikatan emosional yang memadai. Maksudnya adalah bahwa seorang anak akan meneladani ayahnya ketika si anak ini mempunyai pengetahuan yang cukup tentang bagaimana seharusnya dia bertata krama dengan ayah atau bapaknya, atau siswa akan bisa meneladani guru nya mana kala ia mempunyai pengetahuan bagaimana tata tertib seorang murid dengan gurunya, atau seorang teman sejawat akan mampu meneladani pimpinan komunitasnya ketika ia mempunyai pengetahuan dan tingkat kesadaran akan tugas dan kewajibannya.
Bila hubungan sebab akibat ini bisa “bertemu” maka keteladanan adalah sebuah  keniscayaan untuk menata sebuah rumah tangga yang harmonis, sebuah sekolah tertib dan sebuah komunitas yang tertata dengan baik.

Selasa, 13 Agustus 2013

MENSYUKURI KEMERDEKAAN (Erhansyah, S.Ag)


HADIRIN KAUM MUSLIMIN RAHIMAKUMULLAH
Marilah kita selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kita kepada Allah swt sebagai manvifestasi rasa syukur kepada Nya,  kepada Allah swt. Dengan syukur yang kita lakukan, maka nikmat yang selama ini kita dapatkan niscaya akan semakin bertambah
Artinya : “Jika kamu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, maka  Allah akan menambanya, dan jika kamu mengingkari (tidak mensyukurinya) maka Allah akan menurunkan siksa yang amat pedih
Dari sebahagian besar nikmat yang Allah berikan kepada kita itu, khususnya bangsa Indonesia adalah nikmat kemerdekaan, yang  Insya Allah, besok hari tanggal 17 Agustus 2013 adalah Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 68.
Bila kita boleh mengingat kembali sejarah perjuangan bangsa kita ini, meskipun sebahagian besar diantara kita tidak ikut berjuang, maka sungguh pekerjaan yang sangat berat yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan bangsa ini. Cucuran keringat, tetesan darah dan air mata sungguh tiada terhitung banyaknya. Itu semua mereka lakukan dengan satu tujuan dan satu kata yakni merdeka. Sehingga pilihan yang ada pada mereka saat itu adalah hanya dua kata sebagaimana slogan yang sering kita dengan, yakni Merdeka atau Mati.
Kepada mereka yang telah gugur di medan perjuangan selayaknya kita mendoakan agar mereka mendapatkan tempat yang layak disisi Allah swt dan diturunkan rahmat magfirah dan syafaat dari Rasulullah saw khususnya mereka yang beragama islam (muslim dan muslimat).
HADIRIN JAMAAH JUMAT RAHIMAKUMULLAH
Bila boleh pula kita menelaah kembali makna kemerdekaan, maka yang diperjuangan oleh pendahulu kita tersebut tiada lain adalah
“terbebasnya kita dari penghambaan, penjajahan, berdiri sendiri, tidak terikat, tidak tergantung kepada orang lain atau pihak tertentu, bebas dari tekanan, bebas dari intimidasi yang mengungkung gerak langkah kita”
Setidaknya itulah pengertian merdeka menurut Kamus Bahasa Indonesia. Akan halnya dalam agama kita, yakni Islam, maka merdeka itu pada diri manusia sesungguhnya sudah dimaklumatkan oleh Allah swt dan kita persaksikan di hadapan Allah swt, ketika kita masih berada di alam rahim sang bunda tercinta kita.
Sebagaimana firman Allah swt dalam Al Qur’an surah Al A’raf ayat 172 yang berbunyi :
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)"
Pada ayat ini Allah swt sangat jelas menegaskan bahwa setiap manusia lahir ke alam dunia ini adalah makhluk yang merdeka, bebas mengekpresikan kehendaknya dan kemauannya, namun ia wajib mengakui akan wujud Allah swt, mengakui ketergantungannya hanya kepada Allah swt. Maka dalam hal ini, kemerdekaan menurut konsep islam paling tidak adalah “bahwa dalam ke fitrahannya bebas berbuat apa saja tetapi ia punya ketergantungan, punya keterikatan sebagai hamba hanya kepada Allah swt. Ia tidak boleh terikat penghambaan kepada harta, ia tidak boleh terikat penghambaan terhadap sesama manusia, ia tidak boleh terikat penghambaan terhadap kekuasaan dan jabatan, tidak boleh terikat penghambaan dengan egonya sendiri”.
Sebagai hamba yang hanya boleh menghambakan diri hanya kepada Allah swt dan hanya boleh meminta pertolongan kepada Allah swt.
:”Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
”Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah.
Karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
Bila hal sebaliknya yang terjadi, maka itu artinya kita tidak merdeka terhadap harta, tidak merdeka terhadap pangkat-jabatan-dan pekerjaan, tidak merdeka terhadap sesama manusia dan tidak merdeka terhadap ego atau hawa nafsu kita.
Dalam hal hablum minan Nas, (hubungan pergaulan, interaksi sesama manusia ) kita pun harus menjadi pribadi yang merdeka. Agama kita mengajarkan untuk saling kenal, saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, saling menghargai, saling mencintai. Kondisi seperti ini menggambarkan betapa kita adalah sama dihadapan Allah swt, tidak boleh kita tidak ingin mengenalnya hanya karena mereka miskin, tidak mau menolong hanya karena bukan keluarga sedarah kita, tidak mau menghargai karena ia adalah bawahan atau pelayan dan pembantu kita. Kalau ini yang terjadi maka kita tidak mempunyai pribadi yang merdeka dan tidak memerdekakan posisi orang lain selain kita.
Seseorang yang menjadi pelayan atau buruh atau pekerja upahan tidak boleh jiwanya dikekang, terjadinya istilah pembantu dan majikan, bawahan dan atasan, adalah karena adanya hubungan Aantara yang memerlukan dan diperlukan.  antara pelayan dan majikan misalnya, hanya sebatas bahwa sebuah pekerjaan yang oleh majikannya tidak mampu dikerjakan oleh dirinya sendiri, karenanya ia memerlukan bantuan oranglain. Bahkan kita mempunyai kewajiban membayar upah hasil jerih payahnya sebelum kering keringatnya.
Artinya “Bayarlah upahnya sebelum kering keringatnya” (Al Hadist)
Di bagian lain kita juga harus merdeka dari hak hak yang semestinya menjadi milik kita sebagai penerima hak. Kita mesti merdeka untuk mendapatkan pelayanan dari orang yang mestinya harus memberikan kemerdekaan bagi orang yang memperolehnya, tidak boleh ada ketergantungan diantara kedua selain ketergantungan kepada Allah swt. Tidak boleh hanya karena dia memberikan uang pelicinnya  lantas dialah yang harus dilayani. Kita juga mestinya merdeka untuk mendapatkan hak pendidikan, merdeka untuk mendapat hak kesehatan dan lain sebagainya.

HADIRIN JAMAAH JUM’AT YANG SAMA SAMA DIRAHMATI ALLAH SWT
Itulah sebahagian dari makna kemerdekaan dalam islam yang tentu sangat relevan dengan kemerdekaan yang telah diraih  oleh bangsa ini 68 tahun yang silam.
Maka sesungguhnya semua yang dipaparkan di atas akan dapat direalisasikan sesuai dengan koridor yang sebenarnya manakala kemerdekaan ini disi dengan nilai nilai taqwa. Ketika kemerdekaan ini tidak diisi dengan nilai taqwa, maka sesungguhnya pula kita belum duduk, berdiri dan hidup pada posisi bangsa yang merdeka.
Allah swt sudah dengan jelas menyatakan bahwa “sesungghnya yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa”
Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Demikian khutbah ini kami sampaikan semoga bermanfaat bagi kita semua dalam mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia yang kita cintai dan melanjutkan cita cita para pejuang kemerdekaan yakni terwujudnya bangsa yang “BALDATU THAYYIBATUN WA RABBUN GAFUR”